
MAINTENANCE PESAWAT UDARA
Sepertinya kecelakan pesawat tengah menjadi isu terhangat belakangan ini. Bahkan shoutbox saya pun ikut terkena wabahnya. Saya coba menulis sedikit, meski sebenarnya ingin rehat dulu karena sedang musim ujian. Tapi harapannya tulisan ini bisa menjadi sedikit gambaran tentang transportasi udara kita dan perawatan pesawat yang seharusnyadilakukan.
Belakangan ini kecelakan pesawat secara beruntun terjadi. Baik yang menelan korban jiwa maupun tidak. Padahal, sebenarnya pesawat adalah alat transportasi yang paling aman. Artinya, semuanya dilakukan sesuai prosedur. Setiap kondisi juga ada prosedur keselamatannya. Contohnya, pesawat udara dibuat dapat melakukan terbang menanjak (climbing) dengan satu mesin. Jika satu mesin mati saat takeoff, ada prosedur keselamatan: pilot membatalkan takeoff jika pesawat belum mencapai v-one (kecepatan saat mulai rotate) atau takeoff tetap dilanjutkan jika satu mesin mati setelah melewati v-one. Landasan pacu pun harus dibuat 1.5 kali lebih panjang dari ukuran yang dibutuhkan.
Lalu mengapa saat ini transportasi udara kita kerap mengalami musibah? Bukan soal mudah untuk menjawabnya. Tidak hanya soal teknis dan engineering saja, tapi juga menyangkut soal politik, ekonomi, dan bisnis tentu saja. Secara teknis, perawatan pesawat adalah harga mati yang tidak boleh ditawar. Tapi lain hal jika ditinjau dari segi bisnis atau politik.
Secara umum, perawatan pesawat meliputi dua kegiatan: Inspection (pemeriksaan) dan Repair (perbaikan). Subjek perawatan pesawat itu sendiri meliputi perawatan struktur, perawatan interior, perawatan sistem dasar pesawat, perawatan sistem misi, dan perawatan sistem propulsi. Setiap pedoman pelaksanaan perawatan pesawat ini telah tertilis di buku panduan Maintenance Manuals dari setiap jenis pesawat.
Di shoutbox ada yang menanyakan, berapa periode pemeriksaan semua item komponen pesawat? Pada dasarnya, perawatan pesawat dilaksanakan dalam beberapa periode mulai yang paling
ringan sampai perawatan besar. Pemeriksaan Periodik ( Rutin )
Perawatan ini lazim disebut “walk arround check” karena pemeriksaannya dilakukan disekitar
pesawat maupun di hangar. Perawatan ini meliputi :
1. Preflight Check : pemeriksaan sekeliling pesawat sebelum pesawat direlease untuk terbang. Semua persyaratan operasional sistem dan keamanan diperiksa secara rinci dan melalui check list formal dan dokumentasi.
2. Daily Check : dilaksanakan satu kali sehari dan diutamakan pada sistem tekanan udara kabin serta kualitas oli sistem propulsi.
3. Overnight Check : Dilaksanakan malam hari didalam hangar, diutamakan pada landing gear dan sistem pengereman serta ada tidaknya FOD ( Foreign Object Damage ).
4. Transit Check : Dilaksanakan satu kali dalam 50 flight hours untuk memeriksa sistem interior kabin dan penampilan pesawat.
A-Check
Pemeriksaan bagian dalam dan luar pesawat untuk meyakinkan kelayakan terbangnya. Pada periode ini dilaksanakan pada komponen-komponen penting. Inspeksi juga dilakukan pada Aircraft Flight Log (AFL), sistem Flight Data Recorder (FDR) dan Cockpit Voice Recorder
(CVR) pada blackbox. Periode A-check adalah 200 jam terbang untuk pesawat kecil dan 550 jam terbang untuk pesawat besar.
B-Check
Dilakukan setiap enam bulan sekali, meliputi kegiatan pembersihan, penambahan librikasi, hidroulik, penggantian baterai dan lampu external.
C-Check
Pemeriksaan komprehensif dengan melepas komponen-komponen utama seperti engine, propeller, landing gear dan sebagainya. Periodenya setiap 2000 jam terbang untuk pesawat kecil dan satu tahun untuk pesawat besar.
D-Check
Pemeriksaan komprehensif pada struktur pesawat untuk medeteksi adanya keretakan dan kelelahan struktur serta kerusakan lainnya. Pemeriksaan ini dilakukan di hangar pesawat dimana struktur utama pesawat seperti wing. empenage, control surface dilepas.
Seperti itulah kira-kira perawatan periodik (termasuk preventif) yang harus dilakukan. Tentu saja masih ada perawaran korektif untuk mengatasi kegagalan memdadak.
Sedikit cerita, akhir pekan kemarin saya jadi panitia temu alumni. Sayangnya saya berada dibagian keamanan jadi tugas dilapangan. Tapi saya sempat masuk ruangan dan menyimak diskusi. Ternyata para alumni-alumni itu antara lain calon orang nomor satu di dirjen perhubungan udara , mantan ketua flight test N250 yang juga menjadi ketua BPPT pertama selain menristek dan hadir pula tokoh paling senior dalam hal investigasi kecelakaan pesawat di Indonesia. Siapa mereka, ah pasti Anda sudah tahu.
Banyak hal yang terungkap disana, yang tidak pernah saya dapat di televisi. Tentang kejayaan IPTN (dulu) meraih sertifikasi internasional yang tak pernah diekspos media dan sebagainya. Soal kecelakaan pesawat, mungkin kita tidak pernah tahu apa penyebab kecelakaan pesawat yang telah terjadi di Indonesia. Tapi bukan berarti penyababnya belum diketahui. Mungkin saja Menteri Perhubungan sudah mendapat laporan. Tapi dia punya pilihan, mengatakan kepada publik dan menbiarkan maskapai bersangkutan bankrut serta wajah reputasi transportasi penerbangan nasional tercoreng atau sebaliknya. Saya tidak tahu.
Akhir kata, saya kutipkan kata-kata Ricard Faynmen (fisikawan yang menjadi investigator kecelakaan Challenger di Colombia): “for a succesful technology, reality must take precedence over public relations, for NATURE cannot be fooled”